Sri Mulyani: Kapitalisme dan Komunisme Gagal, Ekonomi Syariah Solusi

Featured Image

Menteri Keuangan Menilai Ideologi Ekonomi Konvensional Gagal Berikan Keadilan

Menteri Keuangan mengungkapkan bahwa dua sistem ekonomi terbesar di dunia, yaitu kapitalisme dan komunisme-sosialisme, dinilai tidak mampu memberikan keadilan bagi seluruh rakyat. Dalam pidatonya pada Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah, ia menegaskan bahwa ekonomi Islam atau syariah bisa menjadi alternatif yang lebih adil dan inklusif.

Menurutnya, kapitalisme cenderung menciptakan konsentrasi modal dan kekuasaan pada segelintir pihak. Sementara itu, komunisme-sosialisme yang menekankan kepemilikan kolektif justru dinilai dapat mengurangi motivasi individu karena pendekatan yang terlalu merata. Dari sini, Sri Mulyani melihat ekonomi syariah sebagai solusi yang berlandaskan etika dan moral yang kuat serta memperhatikan keadilan sosial.

Tiga Pilar Ekonomi Syariah yang Perlu Diperkuat

Untuk mewujudkan ekonomi syariah, Menteri Keuangan menyarankan adanya kombinasi antara nilai-nilai dan instrumen anggaran. Ia menjelaskan tiga pilar utama yang perlu diperkuat, yaitu:

  • Perubahan nilai halal (halal value change): Memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah.
  • Pengembangan keuangan syariah: Mendorong pertumbuhan sektor keuangan yang berbasis syariah.
  • Penguatan dana sosial dan literasi inklusif: Meningkatkan akses dan pemahaman masyarakat terhadap program sosial yang berbasis syariah.

Dalam konteks ini, APBN dan instrumen keuangan negara diminta untuk menjadi kendaraan utama dalam mewujudkan tujuan tersebut. Sri Mulyani menyebut beberapa program yang sudah berjalan dan relevan dengan pendekatan syariah, seperti:

  • Program perlindungan sosial untuk keluarga miskin.
  • Akses pembiayaan bagi UMKM.
  • Program kesehatan gratis dan peningkatan fasilitas kesehatan.
  • Inisiatif pendidikan seperti sekolah rakyat.

Peran Sukuk dan Instrumen Keuangan Syariah

Selain itu, Menteri Keuangan menyoroti peran sukuk dan instrumen keuangan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Ia menyebut bahwa porsi aset keuangan syariah nasional saat ini cukup besar, dan mengajak korporasi untuk lebih aktif menerbitkan sukuk, baik lokal maupun global. Hal ini bertujuan agar Indonesia bisa menjadi pusat keuangan syariah yang dikenal secara internasional.

"Sukuk di Indonesia saat ini masih didominasi oleh instrumen pemerintah; korporasi mungkin perlu didorong lebih banyak lagi," ujarnya.

Zakat, Wakaf, dan Redistribusi Sosial

Sri Mulyani juga menyampaikan pentingnya peran zakat, wakaf, dan mekanisme redistribusi dalam bingkai syariah. Ia menegaskan bahwa konsep bahwa "di dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain" bisa diwujudkan melalui instrumen formal seperti zakat dan wakaf yang terintegrasi dengan program sosial negara.

Ia mengajak para pelaku ekonomi syariah untuk menyusun rantai nilai (value chain) yang menghubungkan produksi, konsumsi, dan distribusi halal. Ini bisa dilakukan melalui koperasi desa merah putih hingga program makan bergizi.

Tantangan dalam Mengubah Paradigma Ekonomi

Meski optimis, Sri Mulyani tidak menutup mata pada tantangan yang dihadapi. Ia mengakui bahwa mengubah paradigma ekonomi bukan hanya sekadar retorika, tetapi membutuhkan strategi yang matang, desain kebijakan yang tepat, serta sinkronisasi antarlembaga dan pelaku ekonomi.

"Kita akan dihadapkan kepada sebuah sistem mekanisme yang sudah sangat established, juga dari sisi pemikiran strategi untuk me-mainstream-kan. Apakah kita berkukuh kepada bentuk ataukah kita akan menggunakan strategi berdasarkan substansi? Ini juga salah satu yang kita diskusikan," ujarnya.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال