
ubudiyah-Ikidangbang, CIREBON - Beberapa koperasi lingkungan di KotaCirebonmulai terlibat secara langsung dalam kegiatan pengelolaan sampah. Melalui program dengan temaKoperasi Desa Merah Putih, pemerintah kota bekerja sama dengan masyarakat dalam mengelola sampah secara mandiri dan memiliki nilai ekonomi.
Dalam hal ini, koperasi berperan sebagai pelopor dalam menangani masalah lingkungan.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perdagangan, serta Perindustrian (DKUKMPP) Kota Cirebon Iing Daiman menyampaikan bahwa program ini merupakan inovasi untuk menjadikan koperasi sebagai unit usaha sosial-ekologis yang tanggap terhadap isu aktual masyarakat.
"Masalah sampah tidak akan selesai hanya dengan perintah. Diperlukan partisipasi masyarakat, dan koperasi ini kami bentuk agar masyarakat sendiri memiliki alat usaha untuk mengelola sampah di lingkungannya," ujar Iing, Jumat (25/7/2025).
Dengan adanya Kopdes Merah Putih, pengelolaan sampah kini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi peluang bisnis bagi masyarakat.
Sampah rumah tangga yang selama ini hanya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan dikelola secara lokal, menggunakan prinsip daur ulang, pemilahan, dan pengomposan oleh koperasi.
Sampai saat ini telah terbentuk 22 koperasi kelurahan, yang masing-masing dibentuk melalui musyawarah warga setempat. Koperasi tersebut rencananya akan mengelola berbagai kegiatan, mulai dari pengumpulan sampah, pengolahan, hingga pemasaran produk hasil daur ulang atau kompos.
"Tidak hanya tentang bisnis, tetapi tentang mengubah perspektif. Sampah dapat menjadi sumber penghidupan, dan koperasi bisa menjadi wadah untuk mengelolanya," kata Iing.
Untuk memperkuat kegiatan pengelolaan sampah, Pemerintah Kota Cirebon memberikan dukungan akses modal dari perbankan. Dengan bekerja sama dengan bank milik negara (Himbara), koperasi bisa mengajukan pendanaan usaha hingga maksimal Rp3 miliar per unit.
Namun, Iing menekankan bahwa pencairan dana tidak dilakukan secara asal-asalan. Setiap koperasi harus menyusun rencana usaha yang lengkap dan layak secara finansial agar dapat dievaluasi oleh bank.
Misalnya, koperasi mengajukan pinjaman sebesar Rp1 miliar, namun bank menilai kemampuan kelayakannya hanya Rp500 juta, maka yang akan disetujui adalah jumlah tersebut. Hal ini dilakukan agar usaha koperasi dapat berjalan dengan baik dan tidak mengalami kendala di masa mendatang," katanya.
Untuk mempercepat operasional koperasi, pemerintah kota menyediakan dana untuk seluruh proses legalitas, seperti biaya notaris, pelatihan organisasi, dan pengelolaan usaha. Anggaran awal yang disiapkan mencapai lebih dari Rp100 juta sebagai bentuk dukungan non tunai.
Iing menekankan, arah kebijakan ini tidak hanya berkaitan dengan koperasi, tetapi merupakan bagian dari perubahan ekonomi dan lingkungan di tingkat kelurahan.
Koperasi Merah Putih diharapkan berperan penting dalam mengurangi ketergantungan terhadap sistem pengangkutan sampah ke TPA, dengan memproses sebagian limbah di tempat penghasilnya.
"Jika setiap lingkungan mampu mengelola sampahnya sendiri, beban kota akan berkurang, serta perekonomian masyarakat juga akan berkembang. Ini adalah tujuan besar kami," katanya.
Melalui model kerja sama ini, Kota Cirebon berharap mampu menciptakan sistem pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan.
Pemerintah daerah percaya bahwa Kopdes Merah Putih mampu berkembang menjadi kekuatan sosial-ekonomi baru yang mendorong kemandirian masyarakat, serta mengubah limbah menjadi sumber daya yang bermanfaat.
"Koperasi Merah Putih merupakan wajah baru perlawanan terhadap sampah, yang berbasis lingkungan dan dijalankan oleh masyarakat. Ini adalah langkah awal menuju kota yang tangguh dalam menghadapi sampah," tutur Iing.